Rabu, 28 Januari 2009

Kekuatan Kata

Mengendalikan Kekuatan Kata-kata


Manusia hidup pasti melakukan berbagai kegiatan: berbicara, bekerja, mendengar, menulis, membaca, dan juga berpikir. Semua kegiatan ini tidak bisa terlepas dari kata-kata. Tanpa kata-kata, tak ada yang bisa kita bicarakan.

Tanpa baca. Tanpa kata-kata, tak ada yang bisa kita mengerti. Tanpa kata-kata, tak bisa kita berkarya. Kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat, karena tanpa kata-kata, kita layaknya seperti orang mati saja.

Pengelola rubrik:


Aribowo Prijosaksono, Roy Sembel, dan Tim ManDiri Aribowo Prijosaksono email:aribowo_ps@hotmail.com dan Roy Sembel
http://www.roy-sembel.com adalah co-founder dan direktur The Indonesia Learning Institute – INLINE http://www.inline.or.id, sebuah lembaga pembelajaran untuk para eksekutif dan profesional.

PEDANG BERMATA DUA

Kekuatan kata-kata adalah seperti pedang bermata dua. Jika digunakan dengan tidak tepat, akan membawa bencana. Sebaliknya, jika digunakan dengan tepat, dapat memberikan manfaat optimal bagi keuntungan kita.

Sehat atau Sakit

Jika seorang dokter mengatakan kepada pasien A bahwa penyakit sang pasien tidak bisa disembuhkan lagi, maka pasien A kemungkinan besar akan percaya pada kata-kata sang dokter. Akibatnya, ia tentunya akan menjadi sedih, depresi, dan kemudian putus asa. Ia juga mungkin tidak akan berupaya lagi untuk mencari pengobatan lain untuk menyembuhkan penyakitnya. Berbagai riset medis membuktikan bahwa semangat yang patah, dan perasaan yang hancur akan memperburuk kesehatan seseorang. Inilah yang kemungkinan besar akan terjadi pada pasien A.
Tetapi jika pada pasien B yang memiliki penyakit yang serupa dengan kategori stadium yang serupa pula, sang dokter mengatakan bahwa penyakit pasien B memang pada tahap ini cukup serius namun masih ada harapan untuk disembuhkan; jika sang dokter juga menceritakan tentang berbagai kasus sukses pasien yang berhasil sembuh, apa yang akan terjadi pada pasien B? Kemungkinan pasien B tetap memiliki semangat juang untuk sembuh dan ia akan berupaya dengan berbagai cara untuk meraih kesembuhan tersebut. Semangat yang tinggi untuk sembuh, disertai upaya yang serius dan tekun akan memberikan kemungkinan yang jauh lebih besar bagi pasien B untuk sembuh.

Bisa atau Tidak Bisa


Kata-kata juga bisa menentukan apakah kita bisa sukses atau gagal. Jika kita mengatakan pada diri kita sendiri bahwa kita tidak bisa melakukan suatu pekerjaan, maka bisa dipastikan kita memang tidak akan bisa melakukan pekerjaan tersebut. Kata-kata TIDAK BISA yang kita ucapkan, yang kita dengar, ataupun yang kita pikirkan akan menutup semua kemungkinan untuk melakukan pekerjaan yang sudah divonis tidak bisa kita laksanakan. Dengan ungkapan TIDAK BISA ini, semua kemungkinan tidak dicoba lagi, dan semua usaha dihentikan.
Tapi, sebaliknya, jika kita mengatakan pada diri kita sendiri atau pada anggota tim kita bahwa suatu pekerjaan BISA kita laksanakan walaupun harus melalui berbagai tantangan. Ungkapan BISA ini memiliki kekuatan yang dahsyat untuk mewujudkan keberhasilan. Ungkapan BISA memacu kreativitas untuk mendapatkan berbagai alternatif strategi, memompa semangat untuk mencoba terus walaupun pada awalnya terlihat sulit, dan mendorong kita melakukan berbagai upaya untuk mengatasi rintangan yang kita hadapi. Akibatnya? Kita memang akan BISA berhasil menyelesaikan perkerjaan yang kita tekuni.


KENDALIKAN KEKUATAN KATA-KATA



Setelah kita mengetahui bahwa kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat, tentunya kita ingin memanfaatkan kekuatan ini secara optimal agar membawa kebaikan bagi kita. Ada lima strategi yang perlu kita perhatikan dalam mengendalikan kekuatan kata-kata agar memberikan pengaruh yang positif bagi kita.


Bicara Positif


Ilustrasi berikut dapat menggambarkan bagaimana kata-kata positif yang diucapkan seseorang dapat melepaskannya dari masalah. Pada suatu malam, seorang raja bermimpi aneh. Dalam mimpi ini gigi sang raja tanggal semuanya. Keesokan harinya ia memanggil orang pintar yang dapat menginterpretasikan mimpi tersebut. Orang pintar pertama yang dipanggil berkata kepada raja, ”Paduka Raja, mimpi Paduka berarti bahwa seluruh keluarga dan kerabat dekat Paduka akan meninggal dunia.” Mendengar kabar yang buruk ini, emosi sang raja meluap karena marah. Sang raja memerintahkan pada pengawalnya untuk memenjarakan orang pintar pertama tersebut.
Kemudian Raja memanggil orang kedua untuk mengartikan mimpi aneh sang raja. Orang kedua ini mengatakan pada raja, ”Wahai Paduka Raja, mimpi Paduka bertanda baik bagi Paduka. Mimpi ini berarti bahwa Paduka Raja akan dianugerahi umur panjang, bahkan lebih panjang dari keluarga dan handai taulan terdekat Paduka.” Mendengar berita baik yang disampaikan, sang Raja pun merasa senang. Kemudian Raja menyuruh pengawalnya untuk memberikan sekotak emas kepada orang pintar kedua ini. Cerita ini menunjukkan bahwa pada dasarnya kedua peramal tersebut menyampaikan hal yang sama yang dikemas dengan pilihan kata-kata yang berbeda. Dari ilustrasi ini kita bisa belajar untuk berhati-hati dalam berbicara, yaitu untuk memilih kata-kata positif dalam berbicara.


Dengar Positif


Seorang anak kerap kali mendengar orang tuanya berkata, ”Kamu memang anak bodoh, anak bandel, dan tidak tau diuntung. Kamu pasti tidak akan berhasil karena kamu memang bodoh, bandel, dan sering menyusahkan orang tua.” Lambat laun, jika kata-kata ini sering diulang-ulang, maka sang anak akan benar-benar percaya bahwa ia bodoh, bandel, dan sering menyusahkan orang tua. Ia pun akan terdorong untuk malas belajar, dan melakukan hal-hal yang dianggap ”bandel dan menyusahkan orang tua” seperti yang kata-kata yang didengarnya.

Hal ini tidak hanya terjadi pada anak-anak. Orang dewasa pun bisa terpengaruh pada apa yang mereka dengar. Jadi, apa yang harus dilakukan agar kita mendapat pengaruh positif? Jika kita sulit mempengaruhi orang-orang di sekitar kita untuk berbicara positif, maka yang bisa kita lakukan adalah berteman dengan orang-orang yang suka berbicara positif. Dengan berteman dengan orang-orang seperti ini, maka kita terpacu untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang positif, yang akhirnya akan mempengaruhi sikap, tindakan, dan keputusan yang kita lakukan dalam hidup kita ini.

Baca Positif


Bacaan adalah salah satu sumber makanan bagi pikiran kita. Jika kita banyak mengkonsumsi bacaan yang positif (misalnya: bacaan mengenai cara hidup sehat, biografi orang-orang sukses, ataupun strategi atau inovasi terbaru diberbagai bidang), maka pengetahuan kita terhadap topik yang kita baca bertambah. Pengetahuan ini seringkali membangkitkan keingin-tahuan kita untuk mencobanya. Misalnya kita baru membaca tentang cara hemat berpromosi, wajar saja jika kita segera ingin mempraktikkan apa yang kita baca. Atau kita baru selesai membaca strategi baru memenangkan persaingan di masa krisis, tentunya jika kita memang menghadapi kondisi persaingan di masa krisis dan dituntut untuk menang, kita akan mencoba strategi tersebut. Jadi, untuk mengendalikan kekuatan kata-kata, kita perlu juga berhati-hati dalam memilih buku-buku, artikel yang kita baca.

Pikir Positif


Pernahkan Anda menyanyikan sebuah lagu lama di kepala Anda, kemudian Anda mendengar lagu tersebut dinyanyikan di radio atau televisi? Pernahkah Anda berpikir serius untuk bertemu dengan seorang teman lama, kemudian Anda akhirnya memang berbicara dengan orang tersebut di telepon? Pernahkah Anda berpikir untuk membaca sebuah buku, kemudian seseorang meminjamkan buku tersebut pada Anda? Pernahkah Anda berpikir untuk memakan kue kesayangan Anda, beberapa hari kemudian ada orang yang membelikan atau membawakan kue tersebut untuk Anda? Jika memang Anda pernah mengalami beberapa dari kejadian tersebut di atas atau mengalami kejadian serupa, mungkin Anda mengira semua ini adalah kebetulan saja.
Andrew Matthews dalam bukunya Being Happy mengungkapkan bahwa pikiran kita seringkali bertindak sebagai magnet yang ampuh untuk mengundang segala sesuatu yang kita pikirkan untuk terwujud. Pikiran kita ini akan menggerakkan seluruh bagian dari kita (fisik, emosi, dan semangat) untuk bergerak ke arah yang kita pikirkan. Jika kita memusatkan pikiran kita pada kegagalan pasti kita akan mengundang datangnya kegagalan. Sebaliknya, jika kita memusatkan pikiran kita untuk meraih sukses, pasti sukseslah yang akan kita temui. Jadi, jika kita ingin sukses, ingin sehat, ingin senang, mengapa tidak kita coba memusatkan pikiran kita untuk meraih hal-hal positif yang kita pikirkan?

Kehidupan manusia tidak terlepas dari kata-kata yang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kekuatan ini dapat kita kendalikan untuk memberikan manfaat bagi kita dengan berbicara, mendengar, membaca, dan berpikir positif. Jadi, selamat memilih dan menggunakan kata-kata positif agar meraih manfaat positif dari kekuatan kata-kata tersebut.

kata-kata, tak ada yang bisa kita tulis. Tanpa kata-kata, tak ada yang bisa kita

Tak cukup hanya dengan doa

Ada seseorang yang mendatangi saudaranya sesama muslim untuk mengadukan masalahnya. Sebenarnya ia bingung dan malu menyampaikan maksud kedatangannya, namun karena permasalahannya sudah sangat mendesak ia pun terpaksa mengutarakannya, itu pun dengan sangat hati-hati. “Kontrakan saya sudah mau habis, bagaimana menurut saudara?”, ia kehabisan ide untuk menyampaikan maksudnya lebih jelas.
“Ohh, saya kira sebaiknya saudara mencari kontrakan yang baru. Tempat tinggal yang sekarang nampaknya kurang baik untuk kesehatan seluruh anggota keluarga”, saran saudaranya itu.
Padahal, maksudnya bukan minta saran seperti itu, melainkan ia secara tidak langsung ingin meminta bantuan pinjaman uang untuk memerpanjang kontrakannya satu tahun atau setidaknya enam bulan ke depan. Perasaan tidak enak dan malu membuatnya bingung menyampaikan maksud hati yang sebenarnya.
Ia pun mencobanya kembali, “Usaha dagang saya sedang tidak bagus, bulan kemarin saja saya harus nombok dan terus merugi. Saya sudah kehabisan uang,” kali ini mulai lebih jelas.
Tapi, “Mungkin saudara belum benar-benar khusyuk dalam beribadah, belum serius dalam berdoa. Cobalah lebih banyak lagi menambah amalan-amalan sunnah, berdoalah lebih iba kepada Allah. Insya Allah, Dia akan lebih mendengar doa saudara. Tenang, saya saudaramu, saya juga akan mendoakan agar usahamu lancar dan berhasil,” rupanya masih belum nyambung.
Maksud ia mendatangi saudaranya itu sebenarnya sudah jelas untuk minta bantuan, bukan minta nasihat. Ia berharap saudaranya yang kelebihan harta dan memiliki beberapa bidang usaha itu mau memberinya modal usaha. Bukan doa yang dimintanya, padahal saudaranya itu memiliki sejumlah kontrakan, salah satu bidang usahanya.
Satu sisi, tidak ada yang salah dengan nasihat-nasihatnya. Mungkin betul saudaranya itu kurang dalam ibadahnya, jarang meminta kepada Allah. Tetapi bisa jadi sebaliknya, ada orang yang sudah benar-benar khusyuk dalam beribadah, dan tak melewatkan satu malam pun untuk berdoa dalam tahajjudnya, hanya saja Allah masih ingin menguji kesabarannya.
Faktanya, saat itu ia memerlukan bantuan saudaranya secara nyata. Bukan dalam bantuk doa dan nasihat. Entah itu sedekah atau pinjaman, karena memang itu yang benar-benar diharapkannya. Setelah memberi bantuan, terserah mau sebanyak apapun memberi nasihat, pasti akan didengarkan karena hatinya sudah sedikit tenang.
Orang yang tertimpa musibah dan mendapat kesulitan, sebaiknya tidak ditolong hanya dengan doa. Ringankan bebannya terlebih dulu, kemudian berilah ia nasihat kesabaran dan doakan agar ia bisa segera keluar dari kesulitannya. Sama halnya dengan saudara kita yang sedang sakit, ucapan “semoga lekas sembuh” memang sudah cukup sebagai bentuk perhatian. Namun bagi sebagian lain, kesembuhannya bisa lebih cepat dengan cara dikunjungi dan membawa sedikit buah tangan untuk menghiburnya. Bahkan, ada pula yang harus dibantu biaya perawatannya.

Memperlakukan orang lain dengan ketulusan

Ketulusan adalah sesuatu yang gemerlapan dan tembus pandang (transparan), dia tidak seharusnya mengandung unsur lain apa pun juga. Ketulusan juga merupakan semacam tindakan yang mulia. Jika motif ketulusan kita ini adalah berharap mendapat balasan ketulusan dari orang lain, maka tindakan itu sendiri merupakan tindakan yang kurang tulus.


Kebalikan dari ketulusan adalah kemunafikan


Karena suatu ketulusan, kadang bisa membuat keuntungan yang seharusnya kita peroleh berubah menjadi kerugian, walaupun demikian, ketulusan akan membuat lubuk hati kita yang terdalam mendapatkan suatu ketenteraman.

Sebaliknya, kepalsuan (kemunafikan), terkadang bisa membuat kita mendapatkan keuntungan atas kerugian orang lain, walaupun demikian, di dalam lubuk hati kita yang terdalam tidak akan bisa tenteram.


Ketulusan tidak perlu di gembar-gemborkan dengan orang lain


Jika orang lain bisa memahami ketulusan hati yang kita berikan, maka meskipun kita tidak mengatakannya, orang lain itu akan tahu. Jikalau orang lain tidak bisa memahami ketulusan hati kita, dan kita berusaha untuk menerangkan maka acapkali bisa membuat persoalan menjadi semakin runyam.

Kadang kala, kita tertipu oleh orang lain, saat itu kehidupan dengan gamblang akan memberitahukan kepada kita, “Apa dan bagaimana ketidak-tulusan itu.” Namun ia bukan hendak memberitahukan kita, “Harus mencampakkan ketulusan.”


Apa ketulusan itu?


Yang pertama adalah tidak menipu orang lain, yang kedua adalah jangan sampai ditipu oleh orang lain, jika kita bisa memegang kedua prinsip tersebut di atas, maka secara garis besar kita bisa menjadi seorang manusia yang mempunyai jiwa terbuka, berterus terang dan sekaligus penuh martabat.

Menjadi seorang manusia yang berhati tulus, kita akan merasakan sangat santai dalam jiwa dan raga, tak peduli apa pun yang terjadi. Dan seseorang yang munafik atau penuh dengan kepalsuan, dia acapkali akan merasakan kecapaian dalam batin, dipenuhi dengan kedengkian hati, selalu merasa tidak puas atas apa yang dimiliki.

Dengan selalu hidup dengan kesantaian hati, maka kita akan bisa terus-menerus dikelilingi oleh semacam suasana kegembiraan, dan dengan hidup yang kecapaian, kita akan terus-menerus diserang dan diselimuti oleh suasana hati yang kecewa, putus asa.

Ketulusan bagaikan air danau yang anggun berkilau. Tenteram, tidak mengejar nama dan kepentingan, dan indah. Kadang kala dia bisa mendapatkan serangan dari batu dan pasir, tetapi, dia akan mengandalkan kemampuannya untuk memurnikan diri sendiri, dan dengan cepat dia bisa membuat kotoran-kotoran itu mengendap, bisa tetap mempertahankan kecerahan wajahnya.

Seandainya saja, setiap orang di dunia ini masing-masing mau berusaha menjadi air danau yang anggun berkilau, dapat mempunyai sifat hati yang benar-benar tulus, tidak ego dan selalu berpikir demi orang lain, maka bisa kita bayangkan akan betapa indah dunia ini jadinya. (Mingxin.net/lin)

Kebahagiaan itu menjalar

Kebahagiaan itu menjalar, demikian yang dilaporkan para peneliti. Tim yang sama yang membuktikan penderita obesitas dan perokok yang tersebar dalam suatu jaringan telah menunjukkan bahwa semakin berbahagia orang yang Anda kenal, mungkin Anda sendiri akan semakin merasa bahagia.

Dan berhubungan dengan orang-orang yang berbahagia akan meningkatkan kebahagiaan seseorang, tulis mereka dalam British Medical Journal.

“Apa yang sedang kita hadapi adalah dorongan emosi,” kata Nicholas Christakis, seorang profesor dari sosiolog medis di Harvard Medical School di Boston, dalam suatu wawancara telepon. Christakis dan seorang ilmuwan politik di University of California, San Diego, bernama James Fowler, tengah memakai data dari 4,700 sukarelawan anak di Framingham Heart Study, penelitian kesehatan dalam skala besar di Framingham, Massachusetts, sejak 1948.

Mereka tengah menganalisa fakta-fakta berharga melalui penelusuran kembali lembar-lembar ijazah mulai 1971, mengikuti data kelahiran, perkawinan, kematian, dan perceraian. Sukarelawan juga memberikan daftar informasi kontak sahabat-sahabat terdekat, teman-teman kerja, dan tetangga mereka. Mereka mengukur kebahagiaan dengan menggunakan empat pertanyaan sederhana. “Mereka ditanya seberapa sering dalam satu minggu ini, pertama, saya menikmati hidup, dua, saya merasa bahagia, tiga, saya merasa penuh harapan mengenai masa depan, dan empat, saya merasa bahwa saya sama baiknya seperti orang lain,” kata Fowler. 60 persen orang dengan skor tinggi pada keempat pertanyaan tersebut dikategorikan ‘bahagia’, sedang sisanya dikategorikan pada ‘tidak bahagia’.

Koneksi kebahagiaan yang merata

Data menunjukkan, orang yang memiliki hubungan sosial baik itu teman, pasangan, tetangga, keluarga yang luas, juga merupakan orang yang paling berbahagia. “Setiap kebahagiaan ekstra yang dimiliki seseorang membuat Anda lebih berbahagia,” kata Christakis. “Bayangkan bila saya terhubung dengan Anda, dan Anda terhubung ke orang lain dan orang lain terhubung ke orang lain lagi. Ini seperti tenunan ras manusia, seperti selimut quilt (potongan-potongan kain yang dijahit menjadi selimut) Amerika.”

Masing-masing orang duduk dalam satu warna patch yang berbeda. “Bayangkan bila patch yang disini bahagia dan patch yang di sana tidak bahagia. Kebahagiaan Anda tergantung pada patch yang sedang berlangsung di sekeliling Anda,” lanjut Christakis. “Ini bukan hanya masalah antara orang bahagia yang berkaitan dengan orang bahagia lainnya, seperti yang mereka lakukan. Di atas dan di luar hal tersebut, ini sedang berlangsung suatu proses penjalaran.” Dan mereka menemukan bahwa kebahagiaan lebih menjalar dibandingkan ketidak-bahagiaan.

“Jika kontak sosial di sekitar Anda bahagia, hal itu akan meningkatkan kemungkinan Anda berbahagia sebesar 15 persen,” kata Fowler. “Teman dari seorang teman, atau teman dari pasangan atau saudara kandung, jika mereka bahagia, akan meningkatkan kesempatan Anda berbahagia sebesar 10 persen,” tambahnya. Kebahagiaan teman peringkat tiga-teman dari temannya seorang teman-akan meningkatkan kesempatan seseorang menjadi bahagia sebesar 6 persen. “Namun setiap ekstra ketidak-bahagiaan teman meningkatkan kemungkinan Anda merasa tak bahagia sebesar 7 persen,” jelas Fowler. Penemuan ini menarik, tetapi juga bermanfaat, lanjut Fowler.

“Diantara manfaat-manfaat lain, kebahagiaan telah menunjukkan pengaruh penting atas pengurangan angka kematian, pengurangan rasa sakit, dan meningkatkan fungsi jantung. Jadi pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kebahagiaan menyebar dapat membantu kami mempelajari bagaimana mempromosikan masyarakat yang lebih sehat,” sahutnya lagi.

Penelitian ini juga sesuai dengan data lain pada 1984 yang menunjukkan bahwa dengan memiliki tambahan uang sebesar US $ 5,000 (setara 57,5 juta rupiah) akan meningkatkan kesempatan seseorang menjadi lebih bahagia sekitar 2 persen. “Seorang teman yang berbahagia bernilai sekitar US $ 20,000 (setara 230 juta rupiah),” tutup Christakis. Timnya juga sedang meneliti penyebaran depresi, kesepian, dan kebiasaan mabuk. (Reuters/feb)

Selasa, 27 Januari 2009

Hidup itu indah, bagi orang yang merasa
Hidup itu susah...? tidak juga!
Hidup itu suatu perjuangan bagi orang yang mau berjuang
Hidup itu pengorbanan bagi orang yang mau berkorban
Hidup itu membingungkan...? tidak juga!
Hidup itu akan bermakna kalau kita jalani dengan kebaikan
Hidup itu indah kalau kita jalani dengan orang-orang yang kita cinta
Hidup itu ringan kalau kita selalu lapang dan tawakkal pada Tuhan YME
Hidup akan indah kalau kita orang-orang/teman di sekeliling kita
Hdup itu indah kalau kita jalani bersama teman, sahabat, keluarga dan orang yang kita cinta
Hidup juga akan lebih indah kala kita selalu berpegang pada ajaran agama dan norma-norma
Hidup akan lebih ringan jika kita selalu berlapang dada dalam segala hal
Dan hidup juga akan terasa indah jika setiap cobaan dab bencana kita anggap sebagai ujian-Nya
Itu adalah sebuah ungkapan menurut insan yang tiada perna sempurna ini...

Sabtu, 24 Januari 2009

Apa itu Ibadah Verbal dan Aktif?

“Apabila Allah mencintai seorang hamba,
maka Dia ilhamkan kepadanya kebaikan beribadah”
(Imam ‘Ali as, Ghurar al-Hikam)

Ibadah merupakan bentuk ketundukan, pemujian dan kebersyukuran manusia kepada Tuhannya, dan hal ini hanya ditujukan kepada Tuhannya saja, dan dibenarkan dan dibolehkan hanya bila ditujukan kepada Allah semata-mata.
Mengakui Allah sebagai satu-satunya Sumber Kemaujudan, satu-satunya Tuhan dan pengelola seluruh makhluk, membawa kita mengesakan-Nya di dalam ibadah. Berulang-ulang al-Qur’an menekankan bahwa ibadah itu harus ditujukan hanya untuk Allah dan tidak ada dosa yang lebih besar daripada menyekutukan (syirik) kepada Allah.
RUH IBADAH
Dalam ibadah verbal dan aktif, manusia mengungkapkan lima hal berikut :
Melalui ibadahnya, baik yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata maupun perbuatan, manusia menyampaikan hal-hal tertentu:
1. Memuji Allah dengan mengucapkan sifat-sifat khusus Allah yang mengandung arti kesempurnaan mutlak, seperti Mahatahu, Mahakuasa dan Maha Berkehendak. Arti kesempurnaan mutlak adalah bahwa ilmu, kuasa dan kehendak-Nya tidak dibatasi atau tidak bergantung pada yang lain, dan merupakan akibat wajar dari independensi total dan sempurna-Nya.
2. Menyucikan Allah, dan menyatakan bahwa Dia tidak memiliki kekurangan dan kelemahan seperti: mati, terbatas, tidak tahu, tak berdaya, pelit, kejam, dan seterusnya.
3. Bersyukur kepada Allah, dan memandang-Nya sebagai sumber sesungguhnya dari segala yang baik serta segala karunia dan rahmat. Percaya bahwa segala rahmat dan karunia diperoleh dari Allah saja, dan bahwa yang lain hanya perantara yang ditentukan oleh Allah.
4. Mengungkapkan ketundukan dan kepatuhan penuh kepada Allah, dan mengakui bahwa kepatuhan tanpa pamrih wajib diberikan kepada Allah. Karena Allah Penguasa Mutlak dari segala yang ada, yang berhak mengeluarkan perintah, dan karena kita sebagai hamba, wajib menaati Allah.
5. Dalam sifat-sifat-Nya diatas, Allah tidak mempunyai sekutu. Hanya Dialah yang mutlak sempuma, dan hanya Dialah yang tidak memiliki kekurangan.
Hanya Dialah sumber sejati segala karunia, dan hanya Dialah yang patut disyukuri atas semuanya itu. Hanya Dialah yang patut dipatuhi sepenuhnya dan ditaati tanpa pamrih. Setiap kepatuhan lainnya, seperti menaati Nabi saw, para Imam, penguasa Muslim yang sah, orang tua dan guru, puncaknya haruslah berupa kepatuhan kepada-Nya, dan harus untuk mendapatkan rida-Nya. Itulah tanggapan yang tepat yang harus ditunjukkan seorang manusia kepada Allah. Tanggapan seperti ini hanya dapat dan boleh dilakukan terhadap Allah SWT. 17]
DUA JENIS PENGHAMBAAN : IBADAH DZATI DAN IBADAH WADH’IY
Allah SwT berfirman,”Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pepohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia” (Al-Qur’an Surat al-Hajj ayat 1
Muhyiddin Ibn ‘Arabi qs mengatakan,”Ketahuilah bahwa di dalam segala sesuatu selain Tuhan, penghambaan (‘ibadah) terbagi ke dalam dua jenis : (1) penghambaan yang melekat secara inheren (‘ibadah dzati), yaitu penghambaan yang hanya layak ditujukan pada Esensi Yang Mahabenar. Penghambaan ini berasal dari penyingkapan-diri Tuhan. Dan (2) penghambaan konvensional (‘ibadah wadh’iy, amriy), yaitu penghambaan yang berasal dari kenabian. 18]
Ketika manusia telah sepenuhnya mampu mengenal dirinya sendiri dan menempatkan dirinya secara tepat melalui ilmu tentang hakikat dirinya dalam hubungan dengan kenyataan bahwa dia adalah manusia, dia akan mampu melihat adanya perbedaan antara dirinya dengan kosmos. Dia melihat bahwa kosmos-yakni, segala sesuatu yang selain jin dan manusia-tunduk di hadapan Tuhan. Itulah ketaatan serta ketundukan terhadap Sang Pencipta dan Sang Penentu-nya yang telah menetapkan semua itu. Karenanya, manusia senantiasa berusaha menemukan hakikat yang akan menyatukan dengan kosmos, dan dia tidak menemukan sesuatu pun selain kemungkinan (imkan), kefakiran, kerendahan, ketundukan, ketergantungan dan kelemahannya. Kemudian, dia berusaha menemukan Yang Nyata melalui alam semesta. Dia melihat bahwa Dia menundukkan diri di hadapan-Nya, sekalipun hanya bayang-bayang-Nya. Dia melihat bahwa Dia tidak dapat ditemukan di dalam diri manusia-kebalikan dari segala sesuatu yang ada di dalam kosmos. 19]
Manusia seharusnya takut atau mengkhawatirkan dirinya, bahwa jangan-jangan dirinya adalah salah seorang di antara “sebagian daripada manusia” yang berada dalam ketertipuan. Kemudian, dia melihat bahwa kosmos telah ditakdirkan untuk tunduk pada Tuhan. Karenanya, orang ini mendapati dirinya berada dalam kefakiran serta memiliki ketergantungan terhadap seseorang yang dapat membimbingnya menuju kebahagiaan bersama Tuhan. Ketika dia mendengar firman Tuhan, “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menghamba kepada-Ku” (QS 51 : 56), dia menghamba kepada-Nya dengan kefakiran dan ketergantungan, sebagaimana kosmos tunduk pada-Nya. Namun, kemudian dia melihat bahwa Tuhan telah menurunkan berbagai perintah dan larangan, yang memungkinkan untuk dilaksanakan ataupun dijauhi. Karena itulah, ilmu tentang apa yang telah Tuhan turunkan kepadanya melalui Syari’at-Nya disesuaikan dengan kemampuannya, sehingga dia akan mampu melaksanakan sunnah, di samping yang wajib.
“Kewajiban” (fardl) adalah kewajiban yang memungkinkan untuk dilaksanakan oleh esensi segala yang mungkin (mumkinat). “Amalan Sunnah” adalah seluruh perbuatan yang mesti dilaksanakan oleh seorang hamba yang menunjukkan ketergantungannya pada Tuhan dalam kaitan dengan “hak” Sang Penguasa serta merupakan tuntutan bagi keberhambaannya.
Ketika seorang hamba mengetahui bahwa Tuhannya telah memberikan perintah dan larangan kepadanya, kemudian dia memenuhi hak Sang Penguasanya serta tuntutan keberhambaannya, berarti dia telah mengenal dirinya. Dan setiap orang “yang mengenal dirinya, mengenal Tuhannya.” Dialah orang yang telah mengetahui bahwa Tuhannya telah memberinya perintah.
Bukan perpaduan lain kecuali kedua bentuk penghambaan tersebut, yaitu penghambaan dengan menjalankan perintah dan penghambaan dengan menjauhi larangan-kecuali manusia dan jin. Roh-roh malaikat tidak mengenal larangan, yang, sebagaimana telah dinyatakan oleh Tuhan, “Mereka senantiasa melaksanakan apa yang diperintah Tuhan kepadanya” (QS 66 : 6), akan tetapi Dia tidak menyebutkan satu larangan pun kepada mereka. Berkaitan dengan keberhambaan mereka, Tuhan berfirman, “Para malaikat itu tidak jemu-jemu bertasbih kepada Tuhan selalu, baik siang maupun malam” (QS 41 : 38); “Mereka tiada henti-henti bertasbih selalu malam dan siang” (QS 21 : 20). Begitulah kodrat penciptaan malaikat, yang melekat padanya penghambaan secara inheren (‘ibadah dzati), dan itulah penghambaan yang tidak mungkin “menembus” apa pun selain Tuhan.
Karena, sebagaimana telah kami sebutkan, manusia mencakup di dalam dirinya seluruh realitas kosmos, yaitu ketika dia telah mampu mengenal dirinya berkaitan dengan realitas-realitas ini, maka dia pun memiliki kewajiban tersendiri untuk melaksanakan-dalam hubungan dengan dirinya sendiri-penghambaan seluruh kosmos. Jika dia tidak melaksanakan hal ini, maka dia tidak akan mengenal dirinya sendiri berkaitan dengan hakikat (eksistensi) dirinya, karena hal ini merupakan (wujud) penghambaan yang melekat secara inheren (pada kodrat keterciptaannya).
Bentuk keilmuan mengenai hal ini adalah sebagai berikut: Dia menyaksikan melalui ketersingkapan seluruh realitas tanpa kecuali di dalam hakikat penghambaannya, baik hal itu telah tersingkap olehnya ataupun tidak. Inilah apa yang aku maksud dengan ilmu hakikat, yakni (ilmu yang diperoleh) melalui ketersingkapan.
Ketika seseorang mampu menyaksikan hakikat, tidak mungkin baginya untuk menentang perintah Sang Penguasanya supaya menghamba: melaksanakan perintah dan menjauhi larangan baik berkaitan dengan dirinya sendiri maupun dengan yang di luar dirinya. Ketika dia mengatakan, sebagaimana telah kami sebutkan, “Keagungan bagi Tuhan”, dengan sepenuh jiwanya, maka seluruh alam semesta akan tercakup di dalam jiwanya… Dia akan diberi pahala dengan pahala seluruh (penghuni) alam semesta. 20]
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

KEBAHAGIAAN YANG SEBENARNYA...

Seseorang bisa bilang bahagia jika memperoleh kesuksesan dalam meniti karier, memiliki harta yang melimpah atau memperoleh istri yang cantik. Itukah arti bahagia yang aku cari? Bisa iya bisa tidak sich. Kenapa? Karena kebahagiaan seperti itu sifatnya relatif dengan waktu. Untuk saat ini bisa dibilang kebahagiaan itu yang paling dekat untuk diperoleh. Tapi apakah kebahagiaan itu sudah bisa diartikan sebagai kebahagiaan yang sebenarnya? Dengan tegas aku bilang tidak! Agak munafik emang! Tapi itulah kebenaran yang perlu kita yakini! Tidak cukup hanya memakai nalar! Memang kebahiaan macam itu seakan terasa nyata.

Kebahagiaan sebenarnya bukan terletak pada mata, tangan, kaki atau anggota lahir bahkan juga bukan mempunyai istri yang cantik dan meraih kesuksesan dalam berkarier. Rasa bahagia itu tempatnya dalam hati. Kalau hati senang, tenang dan tentram, dalam miskin pun kita akan merasakan bahagia. Sebaliknya kalau hati galau, risau dan rusak binasa maka ilmu setinggi apapun, harta melimpah dan kaya raya macam apa pun serta sebesar apa pun pangkat, tetap tidak akan hidup bahagia.

Itu adalah bukti yang cukup jelas dan nyata dalam hidup semua orang. Kerana, untuk mencapai kebahagiaan hidup sendiri ataupun keluarga dan masyarakat, yang mesti diutamakan adalah mendidik diri manusia dengan iman dan taqwa. Bukan dengan uang, pangkat, ilmu tinggi, kemewahan, pembangunan, kemajuan dan kemodenan dan hal lainnya yang bersifat keduniawihan.

Kebahagiaan di atas adalah bahagia dunia. Dan perlu diketahui bahwa kebahagiaan di dunia porsinya sangat kecil dibanding dengan kebahagiaan di akherat. Bisa dibilang kebahagiaan dunia hanyalah 1% sedang kebahagiaan akherat adalah 99%. Sangat jauh perbandingannya. Jadi semua kebahagiaan yang kita peroleh di dunia ini masih jauh dengan arti bahagia yang sebenarnya. Iman dan taqwa bisa membuat orang terhibur dengan kemiskinannya. Iman dan taqwa bisa membuat orang kaya dermawan dengan harta yang dimilkinya dan rasa terhibur ketika dapat menyumbang kepada masyarakat dan menderma kepada fakir miskin serta bisa berbagi kebahagiaan dengan orang sekitar (Fakir miskin). Iman dan taqwa bisa membuatkan pemimpin yang berkuasa rendah hati dengan rakyatnya serta ia akan terhibur ketika melihat rakyatnya makmur tidak kekurangan suatu apapun.

Iman dan taqwa membuata keharmonisan hubungan keluarga (ayah, ibu dan anak kepada bapak dan ibunya), dank dan membuat anak-anak senang untuk taat kepada kedua orang tua, isteri Senang dan terhibur untuk taat kepada suami, rakyat senang mentaati para pemimpin, anak murid senang untuk hormat dan kasih kepada guru dan seterusnya. Bila manusia sudah berada dalam keadaan seperti ini, barulah uang dan harta yang melimpah akan membawa bahagia dan rahmat bagi kita, keluarga serta orang-orang disekeliling kita. Barulah pangkat yang tinggi bisa membawa kemaslahatan bagi ummatnya, kemajuan dan pembangunan akan menjadi sumber keselesaan hidup yang penuh makna. amin

Jumat, 23 Januari 2009

Tiga kunci Hidup Bahagia

Apakah rahasia hidup yang bahagia itu? Banyak orang yang mengidentikkan kebahagiaan dengan segala sesuatu yang berada di luar kita, seperti harta benda yang kita miliki. Apakah Anda akan berbahagia jika mempunyai rumah yang indah, mobil mewah, penghasilan yang berlimpah, dan pasangan hidup dan anak-anak yang tampan dan cantik? Mungkin Anda akan mengatakan ”ya.” Tapi, percayalah itu tidak akan berlangsung lama.

Kebahagiaan yang disebabkan hal-hal di luar kita adalah kebahagiaan semu. Kebahagiaan itu akan segera hilang begitu Anda berhasil memiliki barang tersebut. Anda melihat kawan Anda membeli mobil mewah, handphone yang canggih, atau sekadar baju baru. Anda begitu ingin memilikinya.

Anehnya, begitu Anda berhasil memilikinya, rasa bahagia itu segera hilang. Anda merasa biasa-biasa saja. Bahkan, Anda mulai melirik orang lain yang memiliki barang yang lebih bagus lagi daripada yang Anda miliki. Anda kembali berangan-angan untuk memilikinya. Demikianlah seterusnya. Dan Anda tidak akan pernah bahagia.

Budha Gautama pernah mengatakan, ”Keinginan- keinginan yang ada pada manusia-lah yang seringkali menjauhkan manusia dari kebahagiaan. ” Ia benar. Kebahagiaan adalah sebuah kondisi tanpa syarat. Anda tidak perlu memiliki apapun untuk berbahagia. Ini adalah sesuatu yang sudah Anda putuskan dari awal.

Coba katakan pada diri Anda sendiri, ”Saya sudah memilih untuk bahagia apapun yang akan terjadi.” Anda akan merasa bahagia walaupun tidak memiliki harta yang banyak, walaupun kondisi di luar tidak sesuai dengan keinginan Anda. Semua itu tidak akan mengganggu karena Anda tidak menempatkan kebahagiaan Anda disana.

Kebahagiaan yang hakiki terletak di dalam diri Anda sendiri. Inti kebahagiaan ada pada pikiran Anda. Ubahlah cara Anda berpikir dan Anda akan segera mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman batin.

Ada tiga pikiran yang perlu senantiasa Anda tumbuhkan. Saya mendapatkan gagasan mengenai tiga kunci kebahagiaan ini setelah merenungkan arti tasbih, tahmid dan takbir yang kita ucapkan tiap hari tapi sering tanpa makna yang mendalam. Saya kira ajaran seperti ini bukan hanya kita temukan dalam Islam saja, tetapi juga dalam ajaran agama yang lain.

Kunci pertama kebahagiaan adalah rela memaafkan. Coba renungkan kata subhanallah. Tuhanlah yang Maha Suci, sementara manusia adalah tempat kesalahan dan kealpaan. Kesempurnaan manusia justru terletak pada ketidaksempurnaanny a. Dengan memahami konsep ini, hati Anda akan selalu terbuka untuk memaafkan orang lain.

Seorang dokter terkenal Gerarld Jampolsky menemukan bahwa sebagian besar masalah yang kita hadapi dalam hidup bersumber dari ketidakmampuan kita untuk memaafkan orang lain. Ia bahkan mendirikan sebuah pusat penyembuhan terkemuka di Amerika yang hanya menggunakan satu metode tunggal yaitu, rela memaafkan!

Kunci kedua adalah bersyukur. Coba renungkan kata alhamdulillah. Orang yang bahagia adalah orang yang senantiasa mengucapkan alhamdulillah dalam situasi apapun. Ini seperti cerita seorang petani miskin yang kehilangan kuda satu-satunya. Orang-orang di desanya amat prihatin terhadap kejadian itu, namun ia hanya mengatakan, alhamdulillah.

Seminggu kemudian kuda tersebut kembali ke rumahnya sambil membawa serombongan kuda liar. Petani itu mendadak menjadi orang kaya. Orang-orang di desanya berduyun-duyun mengucapkan selamat kepadanya, namun ia hanya berkata, alhamdulillah.

Tak lama kemudian petani ini kembali mendapat musibah. Anaknya yang berusaha menjinakkan seekor kuda liar terjatuh sehingga patah kakinya. Orang-orang desa merasa amat prihatin, tapi sang petani hanya mengatakan, alhamdulillah. Ternyata seminggu kemudian tentara masuk ke desa itu untuk mencari para pemuda untuk wajib militer. Semua pemuda diboyong keluar desa kecuali anak sang petani karena kakinya patah. Melihat hal itu si petani hanya berkata singkat, alhamdulillah.
Cerita itu sangat inspiratif karena dapat menunjukkan kepada kita bahwa apa yang kelihatannya baik, belum tentu baik. Sebaliknya, apa yang kelihatan buruk belum tentu buruk. Orang yang bersyukur tidak terganggu dengan apa yang ada di luar karena ia selalu menerima apa saja yang ia hadapi.

Kunci ketiga kebahagiaan adalah tidak membesar-besarkan hal-hal kecil. Coba renungkan kalimat Allahu akbar. Anda akan merasa bahwa hanya Tuhanlah yang Maha Besar dan banyak hal-hal yang kita pusingkan setiap hari sebenarnya adalah masalah-masalah kecil. Masalah-masalah ini bahkan tidak akan pernah kita ingat lagi satu tahun dari sekarang.

Penelitian mengenai stres menunjukkan adanya beberapa hal yang merupakan penyebab terbesar stres, seperti kematian orang yang kita cintai, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini bolehlah Anda anggap sebagai hal yang ”agak besar.” Tapi, bukankah hal-hal ini hanya kita alami sekali-sekali dan pada waktu-waktu tertentu? Kenyataannya, kebanyakan hal-hal yang kita pusingkan dalam hidup sebenarnya hanyalah masalah-masalah kecil.

TELAGA HATI

Suatu hari seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung masalah Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya. Pak tua bijak hanya mendengarkan dgn seksama, lalu Ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air.Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan, “Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya “, ujar pak tua “Pahit, pahit sekali “, jawab pemuda itu sambil meludah ke samping Pak tua itu tersenyum, lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga belakang rumahnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampai ke tepi telaga yg tenang itu. Sesampai disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya. “Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah.” Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya,
“Bagaimana rasanya ?” tanya pak tua “Segar”, sahut si pemuda.
“Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu ?” tanya pak tua “Tidak, ” sahut pemuda itu
Pak tua tertawa terbahak-bahak sambil berkata:
“Anak muda, dengarkan baik-baik. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnyapun sama dan memang akan tetap sama. Tetapi kepahitan yg kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yg kamu dapat lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu”.
Pak tua itu lalu kembali menasehatkan:
“Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu menampung setiap kepahitan itu, dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian. Karena Hidup adalah sebuah pilihan, mampukah kita jalani kehidupan dengan baik sampai ajal kita menjelang? Belajar bersabar menerima kenyataan adalah yang terbaik”

Jumat, 09 Januari 2009