Kamis, 12 Juni 2008

SEBUAH KISAH

HARI ini kesibukanku sama dengan hari-hari kemarin, ketika matahari menampakkan cahaya hangat yang terhiasi oleh benang kasih dan embun sejuk menempel pada rerumputan, itu adalah awal memulai segala bentuk aktifitas pada hari itu. Pagi tadi kesejukan dan bening embun pagi yang menetes dari ujun rumput seakan memanjakan aku dengan kesegarannya, pagi menyelimutiku dengan udara sejuk yang turun bersama dengan kabut pagi yang menghiasi. Adalah hal yang biasa kala pagi datang kuterbangun dengan sejuta beban rasa yang sealalu menjadi pemberat kala ku mau belalakkan mata tuk nikmati indahnya pagi, tulang rasanya ngilu dan punggung rasanya patah kala pagi menyapa dengan cahaya.

Dengan sedikit memaksa ku acuhkan rasa malas yang menyelimuti tuk nikmati dan rasakan sejuk embun pagi ini. Matapun terbelalak memenuhi panggilan sang surya, dengan kehangatannya ia tebarkan benang-benang kasih yang berjuta melalui sentuhan cahayanya. timur-barat, utara-selatan, adalah jalur yang selalu ia tempuh tuk beri kehangatan ke seluruh alam. Manusi, hewan, tumbuhan dan alam seluruh tak luput dari gandeng tangannya.

Waktupun telah berputar lebih jauh dan mentaripun mulai meninggi hingga empat puluh lima derajat da ini berarti cahayanya tak sehangat dekapannya pada pagi tadi. Aku memulai segala bentuk aktifitasku dengan berselimut panas-gerah dan debu yang berterbangan yang menggantikan selimut udara sejuk pagi hari, ku gerakkan kaki-tangan dan semua anggota badan tuk imbangi segala kesibukaanku, kaki melangkah telusuri jalannya waktu tuk meraup sedikit rizqi tuk sambung nafas jalani hidup ini. Tangan berayun imbangi langkah kala mencari nafkah, keringatpun menetes dan menggenang disela-sela cepitan tubuh yang rawan bau, mata beradu kuat dengan cahaya monitor yang sangat menyengat dengat kuat, otak berputar bak baling-baling kapal pesiar yang membawaku ke sebuah tujuan.

Matahari telah samapi diatas ubun kepala dengan sengatan terik yang menyiksa, ku langkahkan kaki dengan gontai tuk tapaki sebuah jalan terjal berliku penuh paku tuk menuju kesebuah peristirahatan dari prjalanan yang melelahkan. Di sebuah meja bundar ku duduk melipat tangan bak anggota dewan yang sedang bersidang, mereka ribut soal undang-undang yang semua itu tidak pro pada penghuni gubuk reot yang hampir tumbang. Ku memesan makan bak seorang raja tinggal tunjuk dan tinggal makan tanpa ingin tahu bagaimana makanan itu disajikan, rasa lapar membutakan ku dalam kenikmatan rasa dahaga melenakan aku dalam kesejukan hingga ku tak sadar jerit dan tangis kaum tragis yang busung lapar. Mendadak selerapun hilang kala datang seorang pengemis kecil dengan bermacam keluha yang mengadu, suara rintih nan lirih menusuk dalam hati, dan raut wajah yang kelam terbalut derita hidup yang memperihatinkan. Sontak dalam benak teringat masa ketika kecilku yang terlewati dengan sedikit indah (dibanding pengemis kecil itu), meski tak banyak bahagia yang dapat kurasa namun ku bersyukur jalan cerita kecilku tak sama dengan cerita pengemis kecil itu.

Tak terasa sejampun waktu berlalu habiskan masa istirahatku, kembali, ku bergulat dengan kesibukan yang hampir tak tentu dan membosankanku, beraduh pandang dengan cahaya monitor tajam yang menyakitkan. Otakpun kembali berputar bak baling-baling kapal pesiar dan melabuhkanku di tepi waktu yang memisahkan siang dan malam.

Sabda Hati

Bekenly

12 Juni 2008

Tidak ada komentar: