Karya Sirikit Syah
Dua tahun lalu
Kami dikejutkan semburan lumpur
di ladang persawahan kami
lumpur itu memasuki jalanan di kampung kami
lalu, hari demi hari
lumpur meluberi pekarangan,
ruang tamu, kamar tidur...
dan menenggelamkan rumah-rumah kami
pabrik-pabrik dan sekolahan-sekolahan tutup
orangorang kehilangan pekerjaan
anak-anak tercerabut dari pendidikan
dan kami mesti berimpitan
untuk meneruskan hidup
anak-anak dan para tetangga
mengintip, ketika kami bercinta
kami juga selalu bertengkar
berebut sejengkal tikar
nasi basi adalah menu sehari-hari
kami antri atau empat jam, lalu tak jadi mandi
karena air mampat
sementara itu, para pejabat dan konglongmerat terus berdebat:
'Tanggungjawab?tunggu putusan pengadilan" kata pengusaha
"Pemerintah tak bertanggungjawab, ini bukan bencana alam," kata pejabat
betapa sakit hati kam,
menyaksikan di layar televisi
para korban banjir jakarta mendapat santunan
wahai tuan-tuan,
"Banjir air bisa surut, banjir lumpur, pada siapa kami bertaut."
Di jalan Tol terputus,
dalam tenda darurat tempat tinggal kami,
kami tersengat aspalo melelh dan terbakar sinar matahri
mereka pikir
kami rakyat melarat
punya daya tahan kuat
dan dalam hening di malam hari
disela-sela ketiak tetangga dan bau kaki
kami terjaga dan terdengan dengkur dan desah birahi.
duh bumi pertiwi
sudah cukup hutan kalimantan dibabat jadi saban
dan gunung dipapua digali menjelma telaga
mengapa ditanah Jawa
yang penduduknya terpadat dudunia
orang masih tega merongrong buminya?
mengeksploitasi kekayaan anak cucu kita
mengeksploitasi, mengabaikan alam,
lingkungan, dan nyawa manusia
kentikam murkamu
kami nyaris tak sanggup lagi
hidup bagai benalu
tak punya masa lalu
tak pasti akan masa depan
wahai bapak pejabat,
konglomerat, dan wakil rakyat,
ingatlah bila engkau tidak becus
dineraka, engkau akan hangus
Senin, 09 Juni 2008
SUARA RAKYAT DARI GENANGAN LUMPUR
Diposkan by
B'kenly
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar